QIYADAH UNTUK TEKNIK

Mengubah Cara Kita Memikirkan Teknik, dari Arah Kepemimpinan

Perubahan bersama yang terdepan, mengikuti arah yang mengarahkan. Ketika sebuah tujuan yang dicitakan tak sesuai kebutuhan, maka kami pun tak akan pernah menjadi seorang pemenang.
Mencoba untuk menganalisis berbagai pelajaran akhir-akhir ini, khususnya ketika kita ingin menetapkan sosok pemimpin bagi kelangsungan arah kelembagaan kita ke depan. Antusiasme ”masyarakat teknik” mendudukkan idolanya masing-masing. Idola, yang berusaha menjadikan yang terpilih, dengan sudut pandang kedekatan, kepentingan, maupun ketidakrelaan atas yang lainnya. Bukan berdasar rasionalitas dari kajian-kajian strategis atas kebutuhan bersama!
Kepemimpinan, sebagaimana selalu terbukti berulang-ulang dalam sejarah, memberikan porsi terbesar bagi masalah yang dihadapi setiap pergerakan .Namun kali ini, disini, kepemimpinan hanyalah sebuah permainan anak-anak pada kubangan lumpur hitam ,dan kadang-kadang dilumuri sedikit susu putih.
Idioligi, agama, nilai-nilai pengetahuan, dan sistem hanyalah kumpulan benda-benda mati sampai ia mendapatkan tiupan roh kehidupan dari para pemimpin. Kita dapat merumuskan ratusan solusi teknisi untuk krisis multidimensi kita, tetapi tidak satu pun dari solusi yang akan mengubah keadaan kita secara efektif kecuali bila dijalankan oleh pemimpin andal.
Kepemimpinan yang kuat dan baik tidaklah menjamin semua kesulitan kita selesai, tapi kepemimpinan yang kuat dan baik memastikan bahwa semua solusi strategis dan teknis yang kita rumuskan dapat bekerja secara benar dan efektif. Itulah kunci penyelesaian masalahnya. Tapi, itu pulalah kunci masalah kita; itulah krisis di balik semua krisis yang kita alami: krisis kepemimpinan.
Pemimpin adalah orang yang membuat sejarah. Namun tak semua pemimpin mampu membuaat sejarah, hanya mereka yang tahu bagaimana mengatakan hal yang tepat pada orang yang tepat, disaat yang tepat, untuk melakukan pekerjaan yang tepat. Yaitu mereka yang mampu melaksanakan kepemimpinan dengan efektif. Pada mulanya ada seorang pemimpin yang membawa sebuah cita2 tertentu, lalu sekelompok orang mengikutinya dimana arah gerakan mahasiswa menjadi ikatan sosialnya. Lalu merekapun berkiprah dalam sejarah dan dikenal karenanya.
Berusaha untuk dapat menjawab pertanyaan akan eksistensi gerakan kelembagaan teknik bersama kultur dan cita-citanya. Kita pun diperhadapkan pada realita akan kelemahan sosok-sosok kader intelektual. Ketika lembaga hanya dijadikan sebagai ajang pembelajaran ,maupun menjadi wadah untuk mengaktualisasikan diri , menunjukkan bahwa kita masih ada. Maka saya berani mengatakan bahwa kita hanyalah seorang pelajar yang berguru di kampus.
Berbicara mengenai tradisi/kultural keteknikan yang selama ini kita pertahankan, Arah kelembagaan hari ini semestinyalah menjadi masa-masa transisi, melihat dengan fikiran yang jernih, atas apa yang membedakan antara realita keteknikan pada masa dulu, dengan kebutuhan teknik saat ini, sehingga kita memerlukan kajian strategis yang baru.
Dalam masa transisi seperti ini, masyarakat teknik membutuhkan sense of direction (perasaan terarah), self confident (rasa percaya diri), dan pride (kebanggaan). Untuk memenuhi kebutuhan psiko-politik masa transisi itu, maka kita perlu menyusun sebuah rancangan strategi atas fungsi-fungsi kepemimpinan yang harusnya ada pada para pemimpin kita hari ini.
Pertama, fungsi direksi dan inspirasi. Para pemimpin transisi harus mampu merumuskan arah gerakan/kelembagaan kita secara jelas, sederhana, dan benar. Pada waktu yang sama, mereka juga harus mampu menginspirasi seluruh komponen pergerakan kita- kader, organisasi, dan arah- mereka yang sedang bingung dan gamang. Arah dimaksudkan untuk memberi kepastian kepada masyarakat kita, dan inspirasi diprlukan untuk membuat mereka lebih terlibat dengan arah tersebut. Seorang pemimpin yang visioner, sistematis, memiliki ”akal besar yang atletis’ yang mampu mencerna masalah-masalah kompleks dan menawarkan solusi-solusi jenius.
Kedua, fungsi pembangkit kekompakan (solidarity maker). Siapa yang bisa mengelak bahwa hari ini tubuh kita sendiri rawan akan perpecahan. Ketika kita mulai mencari hak/kepentingannya masing-masing, baik sebagai korban provokasi maupun sebagai provokator yang tak sadar. Tak jarang kita membangga-banggakan potensi kekuatan kita di luar sana. Padahal kita tak lebih dari lidi-lidi yang tak dapat berfungsi sebagai sapu, kecuali diikat dan disatukan oleh sang pemimpin. Komunikasi adalah gabungan antara kekayaan informasi, variasi bahasa, akurasi pesan, dan efektivitas. Hasilnya adalah pengaruh dan kendali atas orang lain. Jika kita tidak punya pengaruh dan kendali atas orang lain, carilah sebabnya !
Pada akhirnya, output komunikasi berupa pengaruh dan kendali hanya mungkin terlihat kalau input berupa sumber daya yang memadai. Informasi adalah sumber daya. Gagasan adalah sumber daya. Kemampuan diplomasi adalah sumber daya. Kemampuan merancang pesan yang akurat adalah sumber daya, dst. Sumber daya menentukan peluang kita merealisasikan idealisme kita.
Ketiga, kemampuan teknis. Persoalan-persoalan yang kita hadapi dalam masa transisi, terlalu rumit untuk diselesaikan melalui retorika semata. Harus ada kompetensi teknik-dalam bentuk ilmu pengetahuan dan keterampilan kepemimpinan-yang memadai untuk dapat menjalankan roda kepemimpinan secara efektif.
Keempat, integritas akhlaq dan kepribadian. Tiga fungsi di atas hanya akan menjadi efektif jika seorang pemimpin transisi memiliki integritas kepribadian. Dari sinilah datangnya kepercayaan publik terhadap pemimpin. Dalam masa transisi, tidak ada sesuatu yang lebih mahal yang dipertaruhkan seorang pemimpin selain dari kredibilitas dirinya di mata publik. Maka ketika kita merasa perlu untuk melakukan penokohan diri seorang pemimpin, kita perlu melakukan kajian strategis. Bahwa penokohan terjadi sebagai sebuah proses yang tidak sebentar. Bahwa penokohan bukan dimulai dengan menjadi pembicara pada berbagai kesempatan. Bahwa penokohan tidak hanya diawali dengan kata-kata bahwa andalah yang terbaik. Tapi , Penokohan adalah sebuah proses, sejauh mana kita mampu untuk menganalisis kebutuhan masyarakat kita, dan berusaha untuk dapat memberikan pelayanan semaksimal mungkin, hingga mereka pun menyadari dengan sendirinya, bahwa kitalah yang pantas menjadi pemimpin.
Keempat fungsi itulah yang sesunguhnya hilang dari figur kepemimpinan kita saat ini. Teknik kita melewati krisis berkepanjangan tanpa arah yang jelas karena pemimpin kita memang tidak menetapkan arah pergerakan kelembagaan kita. Kehidupan masyarakat teknik juga retak dan terancam pecah karena tidak menemukan pemimpin yang mampu merekatkan mereka. Berbagai hambatan yang dialami oleh kelembagaan kita hari ini pun tidak terselesaikan karena dikelola oleh pemimpin-pemimpin yang tidak berpengetahuan dan tidak memiliki kecakapan kepemimpinan.
Yang lebih parah dari itu semua, gerakan kita melewati masa krisis ini tanpa kepercayaan terhadap akhlak pemimpin kita. Pemimpin yang bukan hanya tidak berpengetahuan dan tidak kompeten, tetapi juga tidak dapat dipercaya secara moral.
Dalam memilih seorang pemimpin, kita akan melakukan suatu kesalahan besar jika dalam memilih pemimpin kita hanya memfokuskan diri pada criteria baik dan buruk atau ideal dan tidak ideal. Pandangan hitam putih ini niscaya melepaskan persepsi kita dari konteks perjalanan gerakan mahasiswa dan kebutuhan-kebutuhan yang spesifik akan lingkungan strategis eksternal tertentu. Begitu konteks ini lepas, yang terjadi kemudian adalah kita kehilangan ketepatan dalam memilah-milah kepentingan-kepentingan kita. Kita akan terjebak dalam pilihan-pilihan “kita” atau “mereka”, “kompromi” atau “tidak kompromi”.
Lalu apa yang salah dari krisis kepemimpinan ini, kita tak mencoba untuk menekan kontrak dengan pemimpin sebelumnya sebagai jaminan garansi kesinambungan. Yaitu keberhasilan seorang pemimpin ideal yang mampu menghasilkan satu kepemimpinan yang minimal setara dengannya.
Proses transformasi ini harus dikelola melalui sebuah strategi yang komprehensif dan integral. Diperlukan kajian-kajian pendukung untuk mendapatkan peta yang akurat tentang masyarakat kita. Setelah itu, diperlukan juga kajian-kajian pendukung dan ilmu komunikasi, sosial, dan politik
Lalu apakah semua ini berlebihan untuk lembaga kita saat ini???!!

Mksr, 230407
”Minazh hzulumati ilan nur”

0 komentar:

Szamat Datang



Powered By Blogger

 

Blog Template by Adam Every. Sponsored by Business Web Hosting Reviews